Beredar sebuah narasi oleh akun Twitter @dokumenapaaja yang mengatakan bahwa vaksin mRNA akan membawa kematian terhadap rakyat dan merupakan praktek depopulasi di Indonesia. Akun tersebut juga membagikan video yang berisi beberapa klaim terkait vaksin.
Setelah ditelusuri, klaim tersebut salah. Menurut Cdc.gov, manfaat vaksinasi COVID-19 melebihi potensi risiko apa pun. Laporan tentang efek samping pada VAERS setelah vaksinasi, termasuk kematian, tidak selalu berarti bahwa vaksin menyebabkan masalah kesehatan. Lebih dari 587 juta dosis vaksin COVID-19 diberikan di Amerika Serikat dari 14 Desember 2020 hingga 31 Mei 2022. Selama waktu ini, VAERS menerima 14.890 laporan awal kematian (0,0025%) di antara orang-orang yang menerima COVID- 19 vaksin. Dokter CDC dan FDA meninjau laporan kematian VAERS termasuk sertifikat kematian, otopsi, dan catatan medis.
Selanjutnya menurut Who.int, vaksin COVID-19 telah diuji dalam uji coba terkontrol acak besar yang mencakup orang-orang dari rentang usia yang luas, semua jenis kelamin, etnis yang berbeda, dan mereka yang memiliki kondisi medis yang diketahui. Vaksin telah menunjukkan tingkat kemanjuran yang tinggi di semua populasi. Vaksin telah terbukti aman dan efektif pada orang dengan berbagai kondisi medis mendasar yang terkait dengan peningkatan risiko penyakit parah. Ini termasuk tekanan darah tinggi; diabetes; asma; penyakit paru, hati atau ginjal; dan infeksi kronis yang stabil dan terkontrol.
Kemudian melansir Reuters.com, klaim dalam video yang dijadikan rujukan dalam narasi tersebut beberapa ada yang salah dan ada yang menyesatkan. Dalam klaim video tersebut dikatakan orang yang telah mengambil vaksin mRNA akan mati dalam enam bulan sampai 3-5 tahun ke depan, sedangkan belum ada laporan kematian massal akibat vaksin COVID-19 di AS sejak vaksinasi dimulai pada Desember 2020. Selanjutnya klaim yang menyatakan vaksin menurunkan sistem kekebalan alami dan akan menyebabkan kematian apabila mengambil vaksin booster. Padahal menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), vaksin bekerja dengan kekebalan tubuh, bukan melawannya. Lalu klaim peningkatan ketergantungan antibodi (Antibody Dependent Enhancement) terjadi pada semua orang yang telah vaksin, padahal tidak ada bukti bahwa vaksin COVID-19 menyebabkan ADE. Lalu beberapa klaim lainnya seperti pembekuan darah dan kemandulan akibat vaksin mRNA yang tidak terbukti kebenarannya.
Dengan demikian klaim oleh akun Twitter @dokumenapaaja merupakan informasi yang keliru dan termasuk ke dalam kategori Konten yang Menyesatkan.
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/vaccines/safety/adverse-events.html
https://www.reuters.com/article/factcheck-video-covid19-idUSL1N2PW2DE
Program inovasi Bidang Persandian berbasis kinerja utama dan unggulan Dinas Kominfo dan Persandian Kab. Buleleng adalah Satgas Cyber Incident Response Team (CIRT) merupakan tim kolaborasi yang bersinergi dalam merespon cepat penanganan kejahatan siber untuk mengawal pimpinan dan generasi millenial dari selengkapnya...